Translate

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

Sunday 29 December 2013

Tangisan Mendengar

Diaryku sayang, aku ingin curhat entahlah aku bingung harus berbuat apa? Dan aku juga tak tahu harus bagaimana agar aku bisa bertemu dengan Ayah??
Diaryku ingin kutuangkan sedikit puisi untuknya agar dia tahu apa yang aku rindukan…
Ayah, Mengapa kau tinggalkan aku sendiri?
Kemana engkau pergi?
Ingin aku berlari mengejarmu,
Tapi entahlah aku tak tahu harus kemana aku berlari…
(sembari terisak-isak menulis diatas coretan kertas diary kesayangannya).
Diaryku aku tidur dulu yah sudah malam, besok lanjut lagi yah, aku hapus air mataku agar bisa bertemu dengan Ayahku ke alam mimpi, bye diaryku emuuaacccchhh…
Love,
Adinda

Pagi hari
“dinda, ayo cepat sudah siang” Ujar Mama sambil teriak-teriak di depan pintu kamar dinda yang tidak dikunci.
“apa? Aku tidak dengar mama kurang keras”
“aduh dinda, mama sudah teriak-teriak di depan kamar kamu, kamu ini sudah pakai Alat bantu dengar kamu belum sih?” sambil berjalan menuju meja rias dinda yang sedang berdandan.
“Sudah ma, tapi sepertinya alat Dinda perlu diganti dengan yang baru deh ini kan sudah lama ga diganti semenjak Ayah ninggalin kita berdua ma”
“Dinda sayang, nanti kalau usaha mama sukses, mama bantu cari caranya ya supaya kamu bisa mendengar, sabar ya sayang” Ujar mama sambil tersenyum di depan Anaknya walaupun hatinya perih melihat kesedihan Anaknya.
“iya mama, Dinda akan berusaha keras agar bisa mencari uang sendiri walaupun dinda ga tau sampai kapan harus begini terus”. Kata Dinda
(Dalam hati sang mama) “Malaikat kecilku kamu sudah semakin besar, kamu pasti bisa mengerti apa yang terjadi pada mama dan papamu, tegarlah malaikat kecilku suatu saat nanti engkau pasti bisa bertemu dengan papamu dan kamu pasti bisa mendengar”.
“Ma dinda berangkat dulu yah doain Dinda bisa diterima kerja diperusahaan Restoran Santapan Nusantara”.
“Amin, sayang mudah-mudahan kamu lolos, ayo kita keluar kamar supaya tidak terlambat sampai disana yah”.
“dah mama dinda berangkat” Sambil menyalakan motornya.
“Dinda, tunggu ada yang tertinggal” sambil teriak-teriak di depan rumah.
Aora yang masih kecil dan sudah masuk TK ini berpapasan dengan kak Dinda bersama Ibunya.
“Hei kak Dinda, pagiiiiiiiiiiii”.
“Pagi adek Aora”
“Kakak mau kemana? Tante itu panggil kakak tuh”. Sambil menunjuk-nunjuk kearah yang dimaksud dengan bahasa isyarat.
“Astagaaaaaaaaaaaaaaaa….surat lamaran sampai ketinggalan” Sambil menggetok-getok helmnya sendiri.
“Terima kasaih ya dek”. (dengan bahasa isyarat)
“sama-sama kak”. (dengan bahasa isyarat)
“aduh kak Dinda cantik ya ma, aku sudah besar mau seperti kak Dinda jadi Koki pasti masakannya enak”. Mamanya cuma bisa tersenyum melihat anaknya yang pandai ini.
Bruummmmmm Dinda kemudian mebalikkan motornya mejuju rumahnya, suara knalpot Dinda membuat Aora kaget.
“maaf ma Dinda lupa, terima kasih ma sudah bersabar”
“iya sudah tidak apa-apa, lain kali taruh di dalam tas yang besar ya, hati-hati di jalan”.
“iya mama”.

Diperjalanan menuju Restoran Santapan Nusantara waktu sudah menunjukan pukul 9 pagi. Tiba-tiba Adinda dicegat polisi patroli yang sedang melakukan razia terhadap pengendara sepeda motor.
“Aduh, gimana nih, aduh bingung, kok pagi-pagi gini ada razia bisa telat nih interviewnya”. Gumamnya dalam hati.
“Stop mbak stop kiri-kiri”.
“ Maaf mbak bisa tunjukkan Stnk dan SIM nya?”
“Sebentar”
(sambil membuka helmnya).
“Maaf pak anda butuh apa?”. Sambil pura-pura tidak terjadi apa-apa.
(polisi ini pun dua kali bicara dan lebih kasar terhadap Dinda).
“ Maaf mbak bisa tunjukkan Stnk dan SIM nya?”
“Pak saya mohon bicara pelan-pelan saya ini seorang tuna rungu”
“Apa? Bohong Anda”.
(dinda bengong dan ketakutan, akhirnya ada polisi lain yang menolong).
“Pak, jangan kasar sama perempuan, tidak tahu ya anda itu punya istri juga?”
“Ehm, maaf pak, saya jadi bingung dia ini saya suruh mengeluarkan Stnk dan SIM nya masih ga paham”.
“Biar saya saja, kamu urus yang lain oke?”
“Baiklah”
“Mbak maafkan teman saya yang tadi kasar ke mbak”
“Apa mas?” (sambil mendekatkan tangannya ke telinga supaya lebih jelas menerka suara polisi itu).
(huft) “mbak maafkan teman saya yang tadi kasar ke mbak”
“Oh, iya iya”
“Kok iya aja mbak, mbak tidak bisa mendengar ya?”
“Apa mas? Suara disini berisik apa bisa mas tulis aja?” (sambil menggunakan bahasa isyarat alami yang polisi bisa paham).
“Ok baik, sebentar saya tulis dulu”
“Bisa tunjukkan Stnk dan SIM nya mbak?”
“Oh, iya bisa-bisa pak sebentar”
(setelah berbicara dengan polisi ini, Dinda pun bebas dari razia polisi dan diperbolehkan melanjtkan perjalanan).
“Pak kok bebasin dia? Dia kan ga punya SIM” kata polisi yang tadi mencegat Dinda.
“Ada pak, dia katanya besok mau ke kantor polisi untuk memperpanjang SIM nya tapi dia ada surat jalannya baru selesai besok suratnya tertulis nama Bapak Sumantri yang memproses SIM nya. Bukankah itu nama Bapakmu?
“Oh, saya jadi malu pak. Saya ingin minta maaf ke dia kalau saya kasar, mudah-mudahan dia mau memaafkan saya dan bisa bertemu langsung dengannya lagi”.
(Dan polisi yang membantu Dinda ini hanya bisa tersenyum kecut melihat tingkah temannya ini).

Setiba di lokasi Restoran Santapan Nusantara.
(Ditempat parkir) “Aduh mudah-mudahan ga telat, walaupun sempet dirazia untung bawa surat-surat lengkap, terima kasih mama Dinda ga akan lupa lagi”. Gumamnya dalam hati.
Menuju koridor masuk ke arah interview. Dinda bertemu dengan satpam dan bagian informasi.
“Maaf mbak saya tuna rungu mau interview , ruangnya disebelah mana?” ujar dinda
“Ada mbak naik lift di lantai tiga ya, posisinya ada di dekat lift banyak yang sedang interview juga” kata mbak resepsonis.
“Bisa diulang lagi dan bicara sedikit pelan?”.
“Iya saya mengerti maksud anda, silahkan naik lift ke lantai tiga ya, posisinya ada di dekat lift banyak yang sedang interview juga”.
“Terima kasih mbak”.
“Sama-sama mbak”.

Diruang tunggu
(Pengeras Suara) Panggilan kepada saudara Adinda Farah dipersilahkan untuk masuk.
“mbak Adinda Farah itu kamu kan? Masuk sana mbak dipanggil tuh”. Ujar mbak yang disamping kiri dan kanan Adinda ini.
“Oh, terima kasih mbak”
“Mbak ini kenapa ya? Cocoknya jadi tukang pijet deh kayak tuna netra”, “hihihi…”
Ujar mbak yang sedari tadi asyik ngobrol ngalor ngidul disebelah Dinda.
(Dinda cuma bisa bersabar melihat kelakuan perempuan yang mengejeknya ini).
Saat di interview
“Anda Adinda Farah bukan?” Kata Manager Restoran Santapan Nusantara.
“iya Pak”.
“Riwayat hidup kamu cukup menarik dibuat dalam format CD dan juga video, sangat kreatif. Berbeda dengan yang sebelumnya. Saya sudah baca semuanya. Dan bisa mengerti kondisi Anda, jadi saya tulis saja ya biar kamu paham”
“Iya Pak” (dinda bengong).
“Ini silahkan kamu baca dan jawab ya pertanyaan saya”.
1 jam di interview yang menegangkan ini bisa Dinda jawab satu persatu dan gaya bicaranya pun lancar tanpa hambatan.
“Terima kasih nanti saya sms kamu apakah kamu berhak bekerja disini”. (sambil berbicara pelan-pelan kearah dinda)
“Ok pak, baiklah sama-sama”.
“Alhamdulillah” (sambil berjalan menuju kearah lift untuk turun dengan santai dan penuh harap).

Waktu sudah menunjukkan pukul 2 siang Dinda harus bisa cepat-cepat pulang kerumah untuk mengajar bahasa isyarat. Tiba-tiba dinda diserunduk mobil dari belakang.
Bruaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkkkkkkkkkkkkkkkk….. dan Dinda pun terjatuh bersama sepeda motornya. Sedangkan mobil yang menabrak Dinda kabur.
“Eh lihat ada mobil kabur ayo cepat catat nomornya kita tolong perempuan itu”.
“Gimana kita mau catat pak pulpen sama kertas aja kita ga punya tapi saya sudah ingat nomot platnya” Ujar Bapak-bapak yang sedang memperbaiki saluran air di jalan.

Orang-orang dijalan pun mulai berkerumun dan ikut membantu menolong.
“Aduh sakit” kata dinda.
“Mbak tidak apa-apa?”
“Cepat ayo-ayo bawa ke pinggir biar tidak terjadi kemacetan”
“Aduh ABD saya, ABD saya manaaaaaa”
“ABD apa mbak”
“Alaaaatttt bantu…….. (sambil memperagakan tangannya ke telinga).
“Oh, alat pendengaran mbak? Nanti kita bantu cari ya, sabar mbak”
“Tenangkan diri dulu mbak”
“Iya mbak , mbak sekarang aman kita bantu cari dulu ya.
“Saya tidak bisa mendengar telinga saya berdarah” (sambil terisak-isak menahan rasa sakit di telinga, tangan dan kakinya).
“Harus cepat-cepat dibawa ke rumah sakit. Mbak motornya saya bawa ke kantor polisi terdekat ya.”
“Tidakkkkk saya mauuuuu ABD sayaaaaaaaaaaa”. (sambil teriak-teriak mengerang kesakitan dan tiba-tiba Dinda pingsan).
“Alhamdulillah polisi dan ambulans datang tepat pada waktunya”.  Teriak Bapak penolong.
“Ayo tolong perempuan ini, motor biar polisi yang urus”.

Tiba dirumah sakit dengan ambulans dan dikawal beberapa polisi yang tadi pagi melakukan razia. Dua polisi ini sibuk berdialog untuk mencari keluarga sang korban tabrak lari yang dapat dihubungi.
“ini bukankah mbak yang tadi pagi saya cegat?”
“iyalah mas emang siapa lagi mas?”
“harus cari orang yang bisa bantu menelepon keluarganya”
“Iya pak, coba cari di tasnya siapa tau ada telepon genggam”
“Ah, mana berani saya”
“Iya dicoba saja lagipula darurat”
“Ah ini dia”
“Tidak ada satupun yang bisa saya dapatkan di hpnya”
“Masa, sini coba saya lihat?”
“Yah, ternyata tidak ada, ah saya ingin surat”
“Surat?”
“Iya, surat SIM, disana ada nomor teleponnya”
“Coba cari, pasti saya ingat ada”
“Nah ini dia, ayo kita telepon”
Dialog polisi dengan ibunda Adinda melalui telepon genggam Adinda.
“Loh tumben Dinda telepon? Ada apa ya”. Ujar mama Adinda.
“Hallo, selamat siang bisa berbicara sebentar dengan nomor ibunda Adinda Farah?”
“iya saya sendiri, ada yang bisa dibantu pak?”
“Ada bu, Anak ibu sekarang ada dirumah sakit”
“Apa?”
“Jangan kaget bu, saya serius apa ibu bisa segera ke rumah sakit secepatnya? Anak Ibu sekarang berada di Rumah Sakit Harapan kasih Bunda, di ruang Unit Gawat Darurat”.
“Baik saya akan segera kesana. Terima kasih informasinya”.
“sama-sama bu hati-hati dijalan bu”.
“Ah, malaikat kecilku apa yang terjadi padamu membuat ibumu khawatir, jangan membuat ibu menangis sayang. Kamu harus kuat malaikat kecilku apa ibu yang harus kuat? Sudahlah ibu akan menengokmu sabar sayang” Gumamnya dalam hati sang mama.

Setiba di Rumah Sakit Harapan Kasih Bunda. Sang mama Adinda dan Om Tante serta keluarga besar pun mulai was-was dan sedih. Sambil berlari-lari menuju ruang kUnit Gawat Darurat.
“Ada apa dengan anak saya pak?”. Ujarnya dihadapan polisi.
“Anak Ibu kena tabrak lari mobil orang, yang menabrak bukan anak ibu tapi mobilnya. Tim kami sedang mencari nomor plat mobil yang dimaksud bapak-bapak yang memperbaiki saluran air di tempat kejadian, paling lambat 24 jam tim kami harus segera mendapatkan nama pemilik mobil, ibu silahkan bersabar”.
“Oh, syukurlah, saya serahkan semuanya ke Bapak terima kasih Bapak telah menolong anak saya.”
“Iya sama-sama bu, itulah tugas kami sebagai seorang polisi melayani masyarakat, ini tas dan surat-surat lainnya”.
“Terima kasih pak”

Dan dokter bersama suster keluar menuju ruang Unit Gawat Darurat
“Dok bagaimana perkembangan anak saya?”
“Saya harap ibu bisa lebih mengihklaskan, dan bersabar, anak ibu tidak apa-apa hanya terjadi pendarahan serius pada telinganya”. Ujar dokter yang menangani Adinda.
“Apa yang dokter bilang? Saya tidak mengerti” (sambil terisak-isak).
“Silahkan Ibu lihat sendiri, saya tidak berani menjelaskan secara langsung, saya tidak ingin membuat luka hati anda”
“Terima kasih dokter telah menangani keponakan saya”.
“mari masuk”
“Adindaaaaaaaaaaaaa…..Kamu kenapa sayang? Kenapa sampai seperti ini”. Mama Adinda menangis di depan Anaknya.
“Sudah sabar kak, Dinda baik-baik saja, jangan sedih” Ujar tante Adinda yang berusaha menenangkan.
Tiba-tiba Dinda terbangun, dan mendapatkan dirinya tidak berdaya dibangsal Rumah Sakit.
“Mama maafkan Dinda ABD Dinda terjatuh dan Dinda gak tau dimana”.
“Iya tidak apa-apa sayang nanti kita beli baru lagi ya, mama gak marah sama kamu”
“dinda tidak bisa dengar mama” (sambil menahan tangis yang tak bisa dibendung lagi).
“Iya, tenang saja nanti om sama tante yang bantu tambahain dana ya biar kamu bisa mendengar lagi” ujar om Andida sambil tersenyum dan menguatkan hati keponakannya itu.
“Sekarang kamu istirahat ya, besok om sama tante, juga mamamu yang akan bergantian menemani kamu sampai sembuh” Kata Tante Adinda.

Seminggu kemudian. Polisi sedang mengejar pelaku sampai ke Bandung bahwa pelaku yang telah dicari sudah ditemukan di Hotel bertaraf bintang lima, dan sedang melakukan pesta narkoba. Setelah diketahui ciri-ciri orang yang menabrak Adinda. Sang Mama lalu menuju kantor polisi yang telah ditunjuk oleh petugas kepolisian yang menjaga Adinda di Rumah Sakit Harapan Kasih Bunda sampai sembuh. Setibanya di kantor polisi Mama Adinda teringat wajah yang sangat mirip dengan mantan suaminya, tidak salah lagi kalau itu adalah mantan suaminya yang tidak lain Ayah kandung Adinda.
“Ah, kamu????” Ujar Mama Adinda.
“Siapa sih pak perempuan ini saya sama sekali tidak kenal, sumpah pak” Ujar Ayah Adinda.
“Dasar bodoh, kamu tidak ingat mantan istrimu apalagi Anak-anakmu, pantas saja kamu tidak berubah sampai sekarang”
“Maaf apa mbak kenal dengan laki-laki itu?” kata Petugas polisi yang menangani tersangka.
“Iya, saya kenal pak dia mantan suami saya”
“Kalau begitu apa yang menyebabkan laki-laki itu menabrak Anak ibu?”
“Saya tidak tahu pak, coba Tanya ke dia saja” (sambil menunjuk ke mantan suaminya).
“Saya tidak sengaja menabrak, jadi saya tidak tahu kalau sampai separah itu”
“Kenapa? Mabuk narkoba hah?” Ujar Mama Adinda.
“Sabar bu sabar tenangkan diri ibu, ini masih beberapa” kata petugas lain yang ikut mendampingi proses perkara.
“Tidak, saya bilang saya tidak mabuk”. Ujar Ayah.
“Bohong” Kata Mama.
“Masa??” Ujar Dinda dari kejauhan.
Tiba-tiba Adinda masuk tanpa permisi dengan kursi roda dan alat infus ditangannya bersama dokter dan suster yang mendampinginya.
“Mama, apa benar yang menabrak itu Ayahku? Ayah kenapa jahat pada Dinda, sampai Dinda seperti ini?” (Sang mama hanya bisa diam dan terisak-isak sambil menyeka-nyeka air matanya). Kalau memang benar Mama dia adalah Ayahku penjarakan saja hatinya tapi jangan sampai penjarakan kasih sayangku”.
“Nak, mmmm, benar nak Ayah sadar sekarang bahwa dia adalah Mamamu dan Saya adalah Ayahmu, Ayah minta maaf kepada semuanya khususnya mamamu dan kamu juga keluarga besar yang lain, Ayah telah lama meninggalkan kamu. Maafkan Ayah, Ayah salah”.
“Iya maafkan Ayahmu ya” Suasana yang tadinya hening pun kembali bergema.
“Mama, Ayah Alhamdulillah Dinda bisa dengar berkat bantuan dokter yang memberikan alat bantu dengar. Dunia Dinda tidak sunyi lagi, Dinda mafkan mama dan Ayah.
Dan Akhirnya keluarga kecil yang terpisah ini pun saling memafkan.

-Tamat-

Jakarta, 02 Oktober 2012

No comments:

Post a Comment

Tenkyu sudah tidanggalkan komenmu

close